Teori
Belajar Bahasa
A. Pendahuluan
Kalau burung punya sayap, maka
manusia punya bahasa. Sayap memberikan burung kemampuankhusus yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain untuk terbang, sedangkan bahasa memberikan manusia
kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh makhluk lain untuk berbicara.
Teori belajar bahasa adalah teori
mengenai bagaimana manusia mempelajari bahasa, dari tidak bisa berkomunikasi
antar sesama manusia dengan medium bahasa menjadi berkomunikasi dengan baik.
Manusia adalah makhluk social yang perlu berinteraksi serta butuh berkomunikasi
dengan manusia lain.Interaksi semakin penting pada saat manusia ingin
menampilakan eksistensinya. Agar interaksi berlangsung interaktif, tentunya
membutuhkan alat sarana atau media dan yang paling utama yaitu bahasa.
Berbahasa merupakan ciri utama yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Karena manusia bisa berbahasa, maka manusia sering disebut sebagai makhluk
sosial. Dengan bahasanya, manusia berkomunikasi untuk bersosialisasi dan
menyampaikan hasil pemikirannya. Manusia mampu berbahasa namun harus belajar
bahasa.
Setiap orang juga pasti bisa
berbahasa karena setiap orang pasti pernah belajar ,namun hampir setiap
orang tidak mengetahui apa sebenarnya pengertian atau definisi dari bahasa
maupun belajar.Sebagai calon pendidik kita dituntut untuk mengetahui tentang
arti penting bahasa maupun belajar,sehingga nanti kita bisa
mengajarkannya kepada peserta didik .
Ada
begitu banyak teori belajar bahasa. Salah satunya adalah teori behaviorisme.
Pada artikel ini akan kami bahas tentang pengertian dan tokoh serta penerus
teori behaviorisme.
B. Landasan Teori
Teori belajar behavioristik adalah
sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan
dan pembelajaran
yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Adapun
Tokoh aliran ini adalah John B. Watson (1878 – 1958) yang di Amerika dikenal
sebagai bapak Behaviorisme. Teorinya memumpunkan perhatiannya pada aspek yang
dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan antara
stimulus dan respons pada dunia sekelilingnya. Menurut teori ini, semua
perilaku, termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh adanya rangsangan
(stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan diketahui maka gerak balas pun
dapat diprediksikan. Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri
(instinct) dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi setiap perilaku dapat dipelajari
menurut hubungan stimulus - respons.
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu
dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa
belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement
dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian
kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian
tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul,
1997).
Pandangan teori behavioristik telah
cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan
teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik
karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang
dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka
memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan
mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif
sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih
tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak
memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan
unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung
mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak
produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau
shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak
faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar
pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain
pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman
dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif
(negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir
dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang
peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner
tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
- Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
- Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
- Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa
yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan
hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai
stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada,
sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama
menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena
melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan,
maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar
(sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan
pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah
yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan
positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat
respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat
negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh
guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
C. Kesimpulan
Teori
behaviorisme merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
yang hubungannya dengan ransangan dan respon. Faktor yang dianggap penting oleh
aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner.
Aku bacanya jadi makin bingung -,-
BalasHapusDibaca lagi aja. Ntar pasti paham^_^
Hapus