KOMPONEN PENDIDIKAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang
dilakukan oleh seseorang untuk mengembangkan kemampuan diri. Dalam pendidikan
ada pula komponen – komponen pendidikan. Di sini kami akan membahas hal
tersebut.
Komponen adalah bagian dari suatu system yang
memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya peran dalam proses untuk
mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem
pendidikan yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses
pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja
pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.
Dikalangan masyarakat masih belum begitu memahami
tentang apa itu komponen pendidikan terutama pelajar atau peserta didik.
Penting sekali pemahaman mengenai komponen peserta didik. Kemudian juga perlu
pemahaman tentang macam – macam komponen pendidikan. Dan juga perlunya
pemahaman mengenai hubungan timbale balik antar komponen pendidikan.
2. Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian komponen pendidikan?
2.
Apa
saja macam – macam komponen pendidikan?
3.
Bagaimana
hubungan timbal balik antar komponen pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Komponen Pendidikan
Komponen adalah bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam
keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen
pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan
berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat
dikatakan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan
keberadaan komponen-komponen tersebut
2.
Macam-macam Komponen Pendidikan
Komponen-komponen
yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses
mendidik, komponen-komponen itu yakni:
a. Tujuan Pendidikan,
b. Peserta Didik,
c. Pendidikan,
d. Orang Dewasa
e. Orang Tua
f. Guru/Pendidik di Sekolah
g. Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
h. Interaksi Edukatif Pendidik dan Anak Didik
i. Isi Pendidikan
Komponen – komponen tersebut di atas memiliki pengaruh
mengenai terjadinya suatu pendidikan. Dan berikut merupakan pembahasannya.
a. Tujuan Pendidikan
Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak
sadar tentu berarah pada tujuan. Demikian
juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai pendidikan.
Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh sifat ilmu
pendidikan yang normatif dan praktis. Sebagai ilmu pengetahuan normatif , ilmu
pendidikan merumuskan kaidah-kaidah; norma-norma dan atau ukuran tingkahlaku
perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia.
Sebagai
ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah
menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada
dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam
suatu masyarakat (Syaifulah, 1981).
Langeveld
mengemukakan bahwa pandangan hidup manusia menjiwai tingkah laku perbuatan
mendidik. Tujuan umum atau tujuan mutakhir pendidikan tergantung pada
nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup yang menjiwai
tingkahlaku manusia akan menjiwai tingkahlaku pendidikan dan sekaligus akan
menentukan tujuan pendidikan manusia.
Langeveld
mengemukakan jenis-jenis tujuan pendidikan terdiri dari tujuan umum, tujuan tak
lengkap, tujuan sementara, tujuan kebetulan dan tujuan perantara. Pembagian
jenis-jenis tujuan tersebut merupakan tinjauan dari luas dan sempit tujuan yang
ingin dicapai.
Urutan hirarkhis tujuan pendidikan dapat dilihat
dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari :
1) Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945),
2) Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional),
3) Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah),
4) Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajran atau kuliah), dan
5) Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Dengan
demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru dalam
pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber
dari falsafah hidup yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
b. Peserta Didik
Perkembangan
konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah saja memberikan
konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang mengasumsikan
peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang peserta
didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa. Mendasarkan pada pemikiran
tersebut di atas maka pembahasan peserta didik seharusnya bermuara pada dua hal
tersebut di atas.
Persoalan
yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat atau sikap anak
didik dikemukakan oleh Langeveld. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk
kecil, oleh sebab itu anak memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbeda
dengan sifat hakikat kedewasaan. Anak memiliki sikap menggantungkan diri,
membutuhkan pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah maupun rohaniah. Sifat
hakikat manusia dalam pendidikan ia mengemukakan anak didik harus diakui
sebagai makhluk individu dualitas, sosialitas dan moralitas. Manusia sebagai
mahluk yang harus dididik dan mendidik.
Sehubungan
dengan persoalan anak didik disekolah Amstrong 1981 mengemukakan beberapa persoalan
anak didik yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan. Persoalan tersebut
mencakup apakah latar belakang budaya masyarakat peserta didik ? bagaimanakah
tingkat kemampuan anak didik ? hambatan-hambatan apakah yang dirasakan oleh
anak didik disekolah ? dan bagaimanakah penguasaan bahasa anak di sekolah ?
Berdasarkan persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan
perbedaan individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan
penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak didik.
c. Pendidik
Salah
satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis
pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas
pada pendidikan sekolah saja. Ditinjau dari lembaga pendidikan muncullah beberapa
individu yang tergolong pada pendidik.
Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang
tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik
formal maupun informal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat.
Sehubungan
dengan hal tersebut diatas Syaifullah (1982) mendasarkan pada konsep pendidikan
sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori pendidik adalah :
1) orang dewasa,
2) orang tua,
3) guru/pendidik, dan
4) pemimpin kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan.
d. Orang Dewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat
umum kepribadian orang dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh Syaifullah adalah
sebagai berikut
1) manusia yang memiliki
pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap
2) manusia yang telah
memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu, termasuk cita-cita untuk
mendidik
3) manusia yang cakap
mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya sendiri dan yang akan
dipertanggungjawabkan sendiri,
4) manusia yang telah cakap
menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan aktif penuh inisiatif,
5)manusia yang telah
mencapai umur kronologis paling rendah 18 th,
6) manusia berbudi luhur dan
berbadan sehat,
7) manusia yang berani dan
cakap hidup berkeluarga, dan
8) manusia yang berkepribadian
yang utuh dan bulat.
e. Orang Tua
Kedudukan orang tua sebagai pendidik, merupakan
pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya
orang tua sebagai pedidik utama dan yang pertama dan berlandaskan pada hubungan
cinta-kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka.
Kedudukan orang tua sebagai pendidik sudah berlangsung lama, bahkan sebelum ada
orang yang memikirkan tentang pendidikan.
Secara
umum dapat dikatan bahwa semua orang tua adalah pendidik, namun tidak semua
orang tua mampu melaksanakan pendidikan dengan baik. Sebagaimana telah
dikemukakan dalam bahasan di atas, bahwa kemampuan untuk menjadi orang tua sama
sekali tidak sejajar dengan kemampuan untuk mendidik.
f.
Guru/Pendidik
di Sekolah
Guru
sebagai pendidik disekolah yang secara lagsung maupun tidak langsung mendapat
tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu
kedudukan guru sebagai pendidik dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan baik
persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan.
Persyaratan
pribadi didasarkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah laku
yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan jabatan
(profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan dengan
pesan yang ingin disampaikan maupun cara penyampainannya, dan memiliki filsafat
pendidikan yang dapat di pertanggungjawabkan.
g. Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
Selain
orang dewasa, orang tua dan guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin keagamaan merupakan
pendidik juga. Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada
aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota
yang dipimpin. Pemimpin keagaam sebagai pendidik, tampak pada aktifitas
pembinaan atau pengembangan sifat kerohanian manusia, yang didasarkan pada
nilai-nilai keagamaan.
h. Interaksi Edukatif Pendidik dan
Anak Didik
Proses pendidikan bisa terjadi apabila terdapat
interaksi antara komponen-komponen pendidikan. Terutama
interaksi antara pendidik dan anak didik. Interaksi pendidik dengan anak didik
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Tindakan yang
dilakukan pendidik dalam interaksi tersebut mungkin berupa tindakan berdasarkan
kewibawaan, tindakan berupa alat pendidikan, dan metode pendidikan.
Pendidikan
berdasarkan kewibawaan dapat dicontohkan dalam peristiwa pengajaran dimana
seorang guru sedang memberikan pengajaran, diantara beberapa murid membuat
suatu yang menyebabkan terganggunya jalan pengajaran. Kemudian guru tersebut
memberikan peringatan, maka belau ini telah melaksanakan tindakan berdasarkan
kewibawaan. Dengan demikian tindakan berdasarkan kewibawaan yaitu bersumber
dari orang dewasa sebagai pendidik, untuk mencapai tujuan pendidikan (tujuan
kesusilaan, sosial dan lain-lain) (Syaifullah, 1982).
Alat
pendidikan adalah suatu situasi atau perbuatan dengan situasi atau perbuatan
tersebut akan dicapai tujuan pendidikan. Tindakan pendidik untuk menciptakan
ketenangan agar tercapai tujuan pendidikan tertentu dalam proses pengajaran, atau
melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, umpamanya
nasihat, teguran, hukuman dan teguran agar anak mau berbakti pada orang tua.
Dalam
interaksi pendidikan tidak terlepas metode atau bagaimana pendidikan
dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik yaitu
metode diktatoral metode liberal dan metode demokratis (Suwarno, 1981). Metode
diktatoral bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa perkembagan
manusia semata-mata ditentukan oleh faktor diluar manusia, sehingga pendidikan
bersifat maha kuasa. Sikap ini menimbulkan sikap diktator dan otoriter, pendidik yang
menentukan segalanya.
Metode
liberal bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa
perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam
yang secara wajar atau kodrat ada pada diri manusia. Pandangan ini menimbulkan
sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak ikut campur terhadap perkembangan
anak. Biarkanlah anak berkembang sesuai dengan kodratnya secara bebas atau
liberal.
Metode
demokratis bersumber dari teori konvergensi yang mengatakan bahwa perkembangan
manusia itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Di dalam
perkembangan anak kita tidak boleh bersifat menguasai anak, tetapi harus
bersifat membimbing perkembangan anak. Di sini tampak bahwa pendidik dan anak
didik sama-sama penting dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan. Ki
Hadjar Dewantoro melahirkan asas pendidikan yang sesuai dengan metode
demokratis, yaitu Tut Wuri Handayani, ing madyo mangun karsa, ing ngarsa asung
tulada artinya pendidik itu kadang-kadang mengikuti dari belakang,
kadang-kadang harus ditengah-tengah berdampingan dengan anak dan kadang-kadang
harus didepan untuk memberi contoh atau tauladan.
i.
Lingkungan
Pendidikan
Lingkungan
pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan
pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi
pendidikan pada sekolah saja. Lingkungan pendidikan dapat dikelompokkan
berdasarkan lingkungan kebudayaan yang terdiri dari lingkungan kurtural
ideologis, lingkungan sosial politis, lingkungan sosial anthropologis,
lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan iklim geographis. Ditinjau dari
hubungan lingkungan dengan manusia dapat dikelompokkan menjadi lingkungan yang
tidak dapat diubah dan lingkungan yang dapat diubah atau dipengaruhi, dan
lingkungan yang secara sadar dan sengaja diadakan untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Dari sudut tinjauan lain Langeveld lingkungan pendidikan
menjadi lingkungan yang bersifat pribadi atau pergaulan dan lingkungan yang
bersifat sesuatu yang ada di sekeliling anak.
Menurut Philiph H. Coombs, ada tiga jenis sumber
utama input dari masyarakat bagi sistem pendidikan, yaitu:
1. Ilmu
pengetahuan, tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat.
2.
Penduduk serta tenaga kerja yang tersedia.
3.
Ekonomi atau penghasilan masyarakat.
Terhadap ketiga sumber utama input bagi sistem pendidikan tersebut,
dilakukan seleksi berdasarkan tujuan, kebutuhan, efisiensi dan relevansinya
bagi pendidikan. Selain itu, seleksi dilakukan pula atas dasar nilai dan norma
tertentu dengan alasan bahwa pendidikan bersifat normatif. Hasil seleksi
tersebut selanjutnya diambil atau diterima sebagai input sistem pendidikan.
Input
sistem pendidikan dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:
a.
Input masukan (raw input): peserta didik.
Komponen masukan (raw input), adalah kualitas siswa yang akan mengikuti
proses pendidikan. Kualitas tersebut dapat berupa potensi kecerdasan, bakat,
minat belajar, kepribadian siswa, dan sebagainya. Apabila kualitas masukan itu
rendah atau tidak mendukung terwujudnya prestasi belajar yang tinggi, tentunya
tidak dapat diharapkan menjadi lulusan yang bermutu tinggi, meskipun
aspek-aspek lainnya mendukung, seperti proses pembelajaran yang baik serta alat
pendidikan yang bagus. Kualitas potensi ini terutama yang bersifat tetap
seperti tingkat intelegensinya rendah, hasil belajarnya cenderung berbeda
dengan anak yang tingkat kecerdasannya tinggi, sebab hal itu akan mempengaruhi
daya tangkapnya, daya analisanya, kemampuan berhitungnya, dan lain sebagainya
selama mengikuti pelajaran. Pendidikan hanyalah mengoptimalkan potensi-potensi
yang dimiliki oleh siswa yang bersangkutan. Dengan kata lain tidak mungkin
membuat anak yang kecerdasannya rendah menjadi anak yang kecerdasannya tinggi,
sehingga prestasi belajarnya juga tinggi seperti anak yang memang pintar.
b.
Input alat (instrumental input) : kurikulum, dan pendidik
Komponen masukan yang berperan sebagai alat pendidikan (insrumental input)
adalah semua faktor yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
proses pembelajaran, misalnya kurikulum, media pengajaran, alat evaluasi hasil
belajar, fasilitas/sarana dan prasarana, guru, dan sejenisnya. Aspek kualitas
masukan (raw input) mutu lulusan juga dipengaruhi oleh faktor instrumental
input. Betapapun tingginya kualitas masukan (peserta didik), tetapi tidak
didukung oleh kurikulum yang tepat, alat evaluasi hasil belajar yang valid,
kualitas guru dan komitmennya yang baik, dan sebagainya tentulah akan sulit
untuk mewujudkan tercapainya mutu pendidikan yang tinggi.
c.
Input lingkungan (environmental input) :
Keadaan cuaca, situasi keamanan masyarakat
dll. yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses
pendidikan. Komponen lingkungan pendidikan (enviromental input) dapat berupa
sosial budaya masyarakat, aspirasi pendidikan orang tua siswa, kondisi fisik
sekolah, kafetaria sekolah, dan sejenisnya. Secara langsung maupun tidak
langsung aspek ini akan mempengaruhi proses pembelajaran dan muaranya pada
masalah mutu lulusan.
Berbagai
jenis input pendidikan terseleksi sebagaimana dikemukakan di atas, selanjutnya
akan membentuk komponen-komponen pendidikan atau berbagai sub sistem
pendidikan. Dalam hal ini dilakukan diferensiasi sehingga setiap komponen
memiliki fungsi-fungsi khusus. Namun demikian, karena pendidikan adalah suatu
sistem, maka dalam
hal ini semua komponen pendidikan idealnya melaksanakan fungsinya masing-masing
dan berinteraksi satu sama lain yang mengarah kepada pencapaian tujuan
pendidikan.
3.
Hubungan Timbal Balik Antar Komponen
Pendidikan
Keseluruhan komponen-komponen Pendidikan diatas
merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Input mentah (raw input), yaitu peserta didik,
Input alat (instrumental input) seperti: kurikulum, pendidik, input lingkungan
(environmental input) seperti: keadaan cuaca, situasi keamanan masyarakat dll.
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses pendidikan
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
komponen-komponen pendidikan diatas merupakan saling
berkaitan dan merupakan satu kesatuan dalam proses pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Pengertian Komponen Pendidikan adalah bagian dari
suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses
untuk mencapai tujuan sistem. Komponen-komponen pendidikan memiliki pengaruh
terhadap berlangsungnya proses pendidikan.
Kaitanya dengan komponen – komponen pendidikan, ada
input sistem pendidikan yang dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:
1. Input mentah (raw input), yaitu peserta didik.
2. Input alat (instrumental input) seperti: kurikulum, pendidik.
3. Input lingkungan (environmental input) seperti: keadaan cuaca, situasi keamanan masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses pendidikan.
2. Input alat (instrumental input) seperti: kurikulum, pendidik.
3. Input lingkungan (environmental input) seperti: keadaan cuaca, situasi keamanan masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses pendidikan.
saya mau mengutip tapi sayangnya tidak ada informasi lengkap nya. jadi mending ga usah ya.
BalasHapusterimakasih sudah membantu